Putus sekolah bukanlah halangan untuk dapat berkarya dan berkreasi memproduksi barang bernilai seni tinggi hingga banyak disukai konsumen. Setidaknya itulah yang dialami oleh Ngurah Umum, seorang pengrajin patung kayu yang kini lebih dikenal dengan kerajinan patung bebeknya dengan merek atau julukan the Duck Man of Bali.
Mengenyam pendidikan hanya sampai jenjang SMP, Ngurah Umum yang putus sekolah pada tahun 1972 mencoba mencari pekerjaan dengan melamar ke sejumlah tempat. Namun selama beberapa tahun mencoba mencari pekerjaan, tidak ada satu tempat kerja pun yang mau menerimanya. Padahal ketika masih kecil Ngurah Umum bercita-cita ingin menjadi guide bagi para turis asing. Cita-cita itu pun terpaksa dia tanggalkan karena latar belakang pendidikannya yang tidak menunjang.
Setelah 7 tahun tanpa pekerjaan tetap, pada tahun 1979 pria kelahiran tahun 1955 ini akhirnya diterima bekerja sebagai pramuniaga di Tantra Gallery, Denpasar. Ketika bertugas di Tantra Gallery, pada tahun 1980, secara kebetulan Ngurah Umum bertemu dengan Joop Ave yang ketika itu masih menjabat sebagai Dirjen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (Parpostel). Dalam pertemuan itu Joop Ave membawa contoh patung bebek dari Filipina dan menantang Ngurah Umum untuk dapat membuatnya.
Karena merasa tertantang oleh tawaran pak Joop Ave, saya mencoba dan berusaha sebisa mungkin untuk membuat patung bebek yang persis sama dengan contoh patung bebek yang di bawa beliau dan ternyata saya berhasil. Akhirnya pak Joop Ave meminta dengan hormat kepada pak Tantra agar mengizinkan saya berhenti bekerja supaya bisa memfokuskan diri membuat patung bebek, kenangnya.
Sejak saat itu, Ngurah Umum pun memfokuskan perhatiannya dalam kegiatan pembuatan patung bebek dengan berbagai sentuhan seni dan teknik pembuatan (khususnya teknik finishing) yang dikembangkan oleh Ngurah Umum sendiri.
Untuk pertama kalinya, pada tahun 1982 kerajinan patung bebek Ngurah Umum dipamerkan di sebuah hotel yang baru dibuka di Bali, yaitu Hotel Nusa Dua Beach. Di luar dugaan, dalam waktu sekejap seluruh barang sudah habis laku terjual. Bahkan, sebelum pameran selesai, seluruh barang sudah terjual habis.
Masih pada tahun 1982 Ngurah Umum mengikuti pameran di Saudi Arabia yang disponsori oleh Departemen Periwisata, Hotel Bali Beach dan Hotel Borobudur. Secara rutin ia mengikuti kegiatan pameran di Saudi Arabia tersebut sampai tahun 1986.
Pada tahun 1984 Ngurah Umum juga mengikuti pameran di Hotel Kartika Chandra, Jakarta dan seluruh barang sebanyak dua peti habis terjual diborong oleh dua orang pembeli. Sejak saat itu, dia banyak mendapatkan fasilitas pameran secara gratis di Jakarta.
Nama the Duck Man of Bali sendiri sebetulnya ditemukannya secara tidak sengaja. Bahkan, julukan the Duck Man of Bali itu juga bukan Ngurah Umum sendiri yang membuatnya. Nama atau julukan the Duck Man of Bali ditemukan Ngurah Umum dalam sebuah terbitan majalah in-flight magazine Garuda. Ketika itu, tahun 1985, Ngurah Umum sedang dalam perjalanan dengan pesawat Garuda dari Denpasar menuju Jakarta dan secara tidak sengaja membaca in-flight magazine Garuda. Dalam salah satu artikelnya terdapat tulisan tentang Ngurah Umum the Duck Man of Bali. Artikel tulisan itu memberikan inspirasi kepada Ngurah Umum untuk memberi nama usaha kerajinan patung bebeknya dengan nama The Duck Man of Bali.
Secara tidak langsung kegiatan usaha kerajinan patung bebek Ngurah Umum juga turut terdongkrak popularitasnya karena secara tidak sengaja turut dipromosikan oleh kalangan pejabat dan petinggi negara ketika itu. Promosi dimaksud bukanlah promosi melalui media massa seperti koran, majalah atau televisi, tetapi karena seringnya dikunjungi oleh para pejabat dan petinggi negara ketika itu.
Pada tahun 1986 misalnya, Presiden Soeharto sekeluarga berkunjung ke bengkel kerja yang sekaligus berfungsi sebagai galeri milik Ngurah Umum. Keluarga Cendana membeli banyak sekali patung bebek buatannya. Sejak saat itu banyak pejabat negara yang secara rutin berkunjung ke bengkel kerja/galeri Ngurah Umum. Bahkan, tamu negara seperti Presiden Kazakhstan dan para kepala negara ASEAN juga pernah bertandang ke galeri Ngurah Umum.
Produk patung bebek yang khas dan indah, kaya akan nilai seni buatan Ngurah Umum ternyata menjadi trend setter dalam kegiatan industri kerajinan patung di tanah air. Sejak patung bebek buatan Ngurah Umum mulai dikenal masyarakat pecinta barang seni, banyak pematung yang mengikuti jejaknya memproduksi patung bebek. Namun Ngurah tetap setia dengan kegiatan usahanya dan salah satu kiatnya yang paling utama dalam menghadapi persaingan yang makin ketat tersebut adalah dengan meningkatkan kualitas dan desain produknya secara terus menerus.
Produk patung bebek kami memang berbeda dengan patung bebek buatan pematung lainnya sehingga di pasaran, produk kami ini termasuk produk yang langka. Memang pematung banyak tapi yang bisa memproduksi patung bebek yang khas dan antik tidak banyak. Bentuk patung bebek yang kami buat juga sangat spesifik dan tidak ada duanya, kata Ngurah Umum.
Sentuhan finishing yang sangat kuat namun sangat halus menjadikan produk patung bebek produksi Ngurah Umum memiliki karakter yang sangat kuat dan kaya akan nilai seni. Setiap orang yang kebetulan melihat patung karya Ngurah Umum pasti akan tertarik untuk menikmati keindahannya.
Ngurah Umum menggunakan kayu Albisia, Jemponis dan suar sebagai bahan baku utama pembuatan patung bebek, sedangkan untuk alas atau tatakan patung, Ngurah Umum biasanya menggunakan kayu Kamboja Bali sebagai bahan baku utamanya.
Ukuran patung bebek yang diproduksi Ngurah Umum sangat bervariasi mulai dari patung bebek berukuran kecil sampai besar. Ada patung bebek yang dibuat dengan ukuran 20 cm, tapi ada juga patung bebek yang dibuat dengan ukuran sampai 2 meter tingginya. Harga jual patung bebek yang dipatok Ngurah Umum pun bervariasi mulai dari Rp 75.000 per unit sampai dengan puluhan juta rupiah per unit.
Sumber : majalahkina
0 komentar :
Posting Komentar