Dari mengolah kain perca bersama komunitas perempuan Pelangi Nusantara membawa Noor Suryanti (41) asal Singosari, Malang, Jawa Timur, terbang ke luar negeri untuk berpartisipasi dalam kunjungan studi ke Inggris pada Mei dan mendapatkan hadiah total Rp100 juta.
"Dari kecil jadi luar biasa. Perca membawa saya pergi ke London," kata Suryanti dengan bangga, pasalnya dia belum perah pergi ke luar negeri.
Ketua Kumunitas Pelangi Nusantara itu terpilih sebagai pemenang Community Enterpreneurs Challenges untuk kategori pemula (start-up) yang diselenggarakan oleh Arthur Gunnes Fund dan British Council.
Setelah beberapa tahun lulus di Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya, pada 2001 Suryanti terjun sebagai pelaku usaha untuk pasar Malang, dan Surabaya. Dia juga ikut pameran di Makasar dan Kalimantan.
Dia membuat mukena, busana, sarung bantal, taplak meja dan lain-lainnya. Usahanya terus berkembang. Sementara kain perca sisa jahitannya juga semakin banyak. "Ibu saya bilang kain perca jangan dibuang," katanya.
Dari situ timbul idenya untuk mengolah kain perca itu menjadi berbagai model tas, sarung bantal, taplak meja dan produk lainnya. Permintaan pun banyak. Pada 2005, untuk pertama kali dia ikut pameran di Jakarta, sehingga dia dapat melihat perbandingan desain dan mutu dari produk lainnya.
Di Malang, Pandaan dan Pasuruan , katanya, banyak terdapat usaha konveksi sehingga sisa kain perca pun banyak. Sementara kaum perempuan di wilayahnya juga banyak yang tidak bekerja dan banyak yang menikah muda. Pendidikannya juga rendah.
Untuk itu, timbul idenya untuk memberdayakan kaum perempuan di wilayahnya. Pada 2008, Suryanti yang senang menjahit itu, membina kaum perempuan untuk mengolah kain perca itu. Pada 2011, dia mendirikan komunitas Pelangi Nusantara dan kini membina kurang lebih 10 kelompok atau 150 orang.
Dari masing-masing kelompok mempunyai tugas pekerjaan yang berbeda-beda, sesuai dengan keterampilannya. Awalnya, kata Suryanti, mereka mengatakan sulit, karena belum terbiasa. Nanti setiap kelompok, katanya, ada ketuanya. "Saya mengalihkan waktu menonton tv dan waktu merumpi mereka untuk bekerja. Saya terus memotivasi mereka, karena jenis pekerjaannya tidak hanya satu macam saja," katanya.
Dari hasil tugas yang diberikan Suryanti, maka dia dapat menentukan kemampuan masing-masing. "Saya berusaha juga belajar dan saya tekuni," kata Suryanti yang ingin menularkan kemampuannya pada orang banyak itu.
Dia berkeinginan untuk menggunakan kain Indonesia. Tapi tahap awal dimulai dari kain Jawa Timur. Baik itu menggunakan kain tenun mau pun kain batik. Melalui kain perca, ibu dua anak itu juga mengenalkan asal kain batik itu kepada binaannya. Ada batik Malang, Madura, Banyuwangi dan lain-lain, sehingga pengetahuan mereka juga bertambah.
Kain perca itu ada yang diolah dengan teknik quilting atau anyaman. Kain perca itu dipadukannya dengan kain polos dan aksesoris yang menarik. "Saya mengajarkan mereka dengan kualitas ekspor," katan Suryanti yang mendapatkan order secara rutin setiap bulan dari Jepang senilai kurang lebih Rp5 juta.
Apalagi 2015, katanya, akan terjadi pasar bebas ASEAN, maka produk kerajinan dari luar negeri pun bebas masuk. Saingan produknya terutama dari Thailand. Untuk itu, dia terus berupaya mengaungkan pakai produk dalam negeri.
Adanya pembinaan itu, katanya, juga dapat meningkatkan wawasan dan pendapatan kaum perempuan di daerahnya.
Mengenai bahan baku, katanya, tidak menjadi kendala, karena usaha konveksi banyak di daerahnya. Selain itu, permintaan di daerahnya juga banyak. Produknya dapat untuk cinderamata atau tas seminar. "Peluang usahanya sangat besar," katanya.
Produk yang dibuatnya dapat berupa berbagai model tas, bantal kursi, taplak meja, dan lain-lain.
Permintaan itu datang dari berbagai kalangan. Misalnya, perusahaan-perusahaan, perguruan tinggi, instansi pemerintah, atau pribadi.
"Harapan saya dengan adanya pembinaan ini dapat meningkatkan pendidikan kaum perempuan," katanya.
Sumber : bisnis.com
0 komentar :
Posting Komentar