Saat ini, singkong, seperti juga produk agro lainnya; sawit, karet dan tebu, sedang booming dan mendatangkan rejeki berlimpah ke petani dan agen. Naiknya harga minyak membuat produk substitusi di cari banyak kalangan, singkong sebagai salah satu bahan baku bio fuel juga menjadi primadona dan intensif di budidayakan. Apalagi teknik budidaya singkong relative mudah, murah, tahan penyakit dan bisa tumbuh di lahan yang kritis sekalipun….!
Serial tulisan ini sharing kecil saya untuk temen-temen TDA berdasarkan pengamatan sehari-hari di daerah Lampung sebagi sentra penghasil singkong terbesar di Indonesia. Semoga bisa memberi inspirasi, memberdayakan lahan-lahan kosong dan menaikkan pendapatan petani kita.
Nyoman Petani sederhana ini juga ber profesi sebagai guru SMA, beliau merupakan transmigran dari Bali sejak tahun 60-an. Saat ini mengelola ratusan hektar tanaman singkong dan ber mitra dengan petani-petani lain dalam kelompoknya. Sebagai seorang pemimpin kelompok tani, Pak Nyoman juga menjadi agen yang menjembatani penjualan panen singkong dari petani-petani ke pabrik di sekitar wilayah lahan, baik untuk bahan baku industri tepung tapioca maupun untuk ethanol.
Pengalaman puluhan tahun sebagai petani singkong membuat beliau punya jaringan yang sangat luas dikalangan petani, apalagi sesama komunitas transmigran bali yang masih sangat erat kekerabatannya. Sebagai agen sebuah pabrik besar P Nyoman di berikan target harian untuk bisa memenuhi kebutuhan pabrik, angka 100 – 150 Ton singkong segar per hari bukanlah target sulit untuk dicapai. Sekarang, mari kita coba hitung berapa omzet harian dan bulanan beliau sebagai agen dan kita estimasi pendapatan bulanannya. Juga penghasilan sebagai coordinator kelompok tani.
Dengan makin banyaknya pabrik berdiri, baik pabrik tepung tapioca maupun bio fuel, kebutuhan akan supply singkong meningkat, sedangkan perkembangan luas lahan relative lambat dan masih harus ber kompetisi dengan jenis tanaman lain; karet, tebu dan sawit yang juga sedang booming dan menguntungkan. Kondisi ini menyebabkan harga singkong naik tajam dari rentang Rp. 200 – 300 /kg di tahun 2006 menjadi Rp 400 – 500/kg an di sepanjang 2007 dan trend di tahun 2008 di prediksikan akan semakin naik.
Dengan asumsi harga rata-rata Rp. 425/kg maka omset harian beliau adalah Rp. 425 x 100,000 kg = Rp. 42,500,000 dan dengan asumsi pabrik ber operasi 25 hari kerja per bulan maka omset P Nyoman mencapai Rp. 1,062,500,000 / bulan…Fantastis bukan..???
Pakem yang berlaku dalam proses jual beli singkong dari petani – agen – pabrikan, biasanya agen akan mendapat keuntungan/fee sebesar Rp. 10 – 15 dari pabrik. Dengan target 100 Ton/hari, 25 hari kerja dan asumsi fee Rp. 10/kg maka keuntungan/fee dari keagenan sebesar Rp. 25 juta/bulan…sebuah angka yang sangat besar…barangkali setara dengan manager senior di bank-bank yang sudah mapan…!! Tentunya untuk mensupply 100 Ton/hari, P Nyoman dibantu oleh pekerja atau saudara-saudara nya yang lain, tapi tetap saja penghasilan yang diterima sangat wah…!!
Dari aktifitas bertanam singkong dan mengkoordinir kelompok tani, beliau juga masih memperoleh keuntungan lagi yang jumlahnya juga cukup besar. Sebagai gambaran biaya budidaya tanaman singkong per hektar rata-rata adalah Rp. 4.5 juta/Ha dengan rincian sebagai berikut :Sewa tanah Rp. 1,000,000/Ha Pengolahan Lahan Rp. 1,000,000 Pemupukan Rp. 1.600,000 Tenaga Kerja Rp. 900,000.
Dengan perawatan yang baik dan pemupukan yang tepat, bisa menghasilkan singkong sebesar 30 Ton/Ha dengan rendemen 24% untuk waktu penanaman 10 – 12 bulan. Harga di pabrik-pabrik di Lampung saat ini berkisar di angka Rp. 450/kg….maka untuk hasil panen 30 Ton/Ha akan menghasilkan 30,000 kg x 450 = Rp. 13,500,000, masih dipotong ongkos transport dan cabut Rp. 100 x 30,000 = Rp 3,000,000……..hasil bersih Rp. 10,5 juta dengan modal awal Rp. 4,5 juta ( itupun dengan asumsi lahan sewaan, kalau lahan sendiri hasil akan lebih besar lagi…!). Sebuah investasi yang sangat menarik bukan Keluarga P Nyoman memiliki lahan 15 Ha, maka dari hasil bertanam singkong, keluarga petani ini memperoleh penghasilan Rp. (10,5 jt – 4,5 jt ) x 15 Ha = Rp. 90 juta/panen atau setahun. Jumlah yang cukup lumayan…belum lagi dari kegiatan coordinator kelompok tani yang jumlah nya ratusan hektar, beliau masih memperoleh fee tambahan Rp. 10 untuk setiap kilo hasil panen singkong. Perbincangan terakhir saya dengan Pak Nyoman minggu lalu, beliau sudah ber ancang-ancang menggati mobil Suzuki Katana tuanya dengan Nissan Terano terbaru, agar lebih mudah masuk lahan katanya……sebuah aktifitas off road yang menguntungkan tentunya.
Anda tentu mengira cerita diatas hanyalah segelintir dari ribuan petani lain yang susah hidupnya….Namun jangan salah…! Di Lampung, cukup banyak petani / agen singkong yang bahkan ber omzet dan penghasilan lebih besar dari P Nyoman........satu demi satu, Insya Allah akan saya ceritakan siapa saja petani-petani itu dan bagaimana mereka memperoleh penghasilan sebanyak itu di edisi berikutnya.
Jika anda tertarik menginvestasikan uang nganggur anda, mainlah ke Lampung, masih sangat banyak lahan terbengkalai eks HGU perkebunan-perkebunan besar yang ditelantarkan dan kemudian dikuasai kembali oleh masyarakat (mungkin dulu juga mengambil paksa dari masyarakat. Anda bisa menyewa tanah dari masyrakat adat dan mencari petani mitra yang bisa di percaya galakkan agro industri kita sehingga semua petani bisa kaya, berpenghasilan cukup dan melampaui petani-petani di Thailand.
Sumber : visimandiri.blogspot.com
0 komentar :
Posting Komentar