Menjadi entrepreneur memang sebuah pilihan dari sekian banyak pilihan profesi yang ada. Tidak semua orang mau terjun ke dunia entrepreneur dengan berbagai alasan. Terlebih lagi—ketika kita telah menjadi karyawan di sebuah perusahaan—kita masuk ke dalam zona nyaman sehingga takut untuk keluar dari zona tersebut. Namun tidak demikian yang dilakukan oleh Yulianto. Kisah berikut ini merupakan kisah nyata seseorang yang mau keluar dari zona nyaman menuju zona yang dianggap penuh risiko. Kisah ini merupakan kisah seorang anggota Tangan Di Atas, komunitas yang concern untuk mencetak para entrepreneur.
Bermula dari usaha jasa fotokopi, ketrampilan dan bakat lelaki kelahiran 21 Mei 1975 ini mulai terasah. Didorong oleh kebutuhan keluarganya yang terus meningkat, ia mencari peluang membuka usaha sendiri. Dibantu seorang kenalannya di Kantor Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Tangerang, ia membuka usaha jasa fotokopi.
Berbekal tabungan senilai 500 ribu rupiah ditambah dengan pinjaman dari beberapa temannya sebesar 15 juta rupiah, terbeli mesin fotokopi dan berbagai kebutuhan lainnya. Sementara itu untuk operasional sehari-hari Arta Prima, begitu Yulianto menamai usahanya, masih mengandalkan pinjaman temannya.
Seiring perjalanan waktu, usaha Yulianto pun terus berkembang. Terlebih di kompleks Depdiknas, Arta Prima merupakan satu-satunya usaha fotokopi yang menangani hampir sebagian besar penggandaan surat atau pun dokumentasi lain di departemen itu. Hal ini menaikkan omset penjualannya sampai 5-10 juta rupiah dalam sebulan. Kepercayaan yang sama dari Telkomsel dan Indosat—menggandakan materi pelatihan dan berbagai kebutuhan lain yang berhubungan dengan masalah percetakan—pun dapat diraihnya.
Untuk mengatasi beban kerja, selain merekrut pegawai, di awal tahun 2003 itu ia mulai mengajukan kredit mikro ke BNI Cabang Palmerah, Jakarta sebesar 50 juta rupiah. Modal tersebut sedianya akan dipakai untuk membeli dua mesin fotokopi dan perlengkapan lain. Hanya dalam tempo tiga hari, modal usaha yang dibutuhkan disetujui, karena dinilai cukup layak (omset Yulianto cukup besar untuk ukuran pengusaha kecil, keberadaan Depdiknas sebagai pelanggan tetap, membuat resiko usahanya lebih kecil) untuk diberikan pinjaman, dengan masa pelunasan selama tiga tahun.
Sementara untuk memperluas pasar ia juga membuka cabang. Pada awal 2006 dengan total dana sebesar Rp 15 juta, ia membuka cabang di daerah Mampang, Jakarta Selatan, sekaligus menambahnya dengan penyewaan komputer. Ekspansi ini berhasil meningkatkan omzet dan kualitas layanannya, baginya pelayanan dan hasil terbaik, adalah kunci utama mempertahankan pelanggan.
Bantuan yang diberikan BNI, mendorong Yulianto untuk mengajukan kredit baru (walaupun omset penjualannya sudah menyentuh angka Rp 30 juta sebulan) guna membeli mesin lagi. Semuanya dilandasi kepercayaan bahwa ekspansi usaha adalah jalan terbaik untuk memperbesar bisnisnya.
Sumber : portalinvestasi.com
0 komentar :
Posting Komentar