Saya ingin mandiri dan menjadi presiden direktur,” kenang Wuryanano saat memutuskan keluar dari pekerjaan sebagai Manager Divisi di perusahaan nasional pada 1989. Kini, ia tak sekadar menjadi presiden direktur tapi sekaligus pemilik dari sederet perusahaan.
Saat mulai memutar roda bisnis di bidang peternakan, usahanya mengalir lancar dan tak ada aral yang berarti. Bisnis ayam petelur dan ayam potong digelutinya selaras dengan keahliannya. Perusahaan peternakan bernama PT Swastika Prima International itu baru menghadapi tantangan besar saat badai krismon menerpa Indonesia. “Saat itu saya terlalu ambisius dalam mengembangkan usaha saya,” ungkap Wuryanano yang menjelaskan permintaan pasar belum mampu menyerap produksi ternaknya. Kerugian 5 miliar pun ia ikhlaskan.
Tapi tak ada istilah patah arang bagi Wuryanano. Dengan menggandeng empat rekanan bisnis, ia membesarkan kembali peternakan miliknya. Justru dengan memiliki rekanan bisnis, ia tak harus kerap nongkrongi peternakan. Ia malah lebih leluasa mengembangkan bisnisnya yang lain.
Lahan peternakannya kini makin lapang dengan menempati tanah 50 hektar di kota Blitar. Kandang-kandangnya selalu riuh oleh suara kotek 350 ribu ayam petelur dan 400 ribu ayam potong. Peternakan itu juga menjadi sumber rezeki bagi 350 karyawannya yang mayoritas mengenyam bangku sekolah di bawah SMU.
Hasil peternakannya yang bejibun itu tak ada yang tersisa. Para agen sudah antri dengan permintaanya masing-masing. “Bahkan agen baru yang ingin membeli produksi ternak saya tolak karena permintaan membludak,” jelas Wuryanano.
Bisnis Wuryanano tak sebatas telur dan daging ayam, tapi juga mengepakkan sayap bisnisnya di bidang merchandising, suvenir, supermarket, garmen, butik, dan lembaga pendidikan. Serta yang paling bontot adalah bisnis kue camilan yang nantinya akan diproyeksikan menjadi pabrik kue camilan.
Keberhasilannya menjadi seorang entrepreneur kerap membuatnya prihatin akan kualitas lulusan sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia. “Keliru besar jika dunia pendidikan terlalu banyak materi sehingga menjadi tidak fokus pada ilmu apa yang dibutuhkan,” paparnya. “Akibatnya, saat lulus kuliah, banyak yang enggak ngerti bagaimana cara bekerja”.
Berbekal keinginan agar lebih banyak menelorkan entrepreneur dan profesional, ia mendirikan Lembaga Pendidikan Profesi Swastika Prima Community College Surabaya. Lembaga pendidikan yang menerima mahasiswa sejak 2001 silam itu telah mewisuda lebih dari 1.000 orang. Ia tak ingin lembaga pendidikannya mencetak pengangguran seperti yang kerap dilihatnya.
“Saya tidak akan meluluskan mahasiswa yang belum menjadi entrepreneur atau yang sudah bekerja,” jelas Wuryanano. Artinya, sebelum lulus, mereka telah mengantongi penghasilan. Baik menggawangi usaha sendiri atau setidaknya menjadi profesional di suatu perusahaan.
Keberhasilannya berbisnis mendapat perhatian pihak lain. Ia diganjar penghargaan ISMBEA (Indonesia Small & Medium Business Entrepreneur Award) 2008 sebagai entrepreneur yang berhasil menggerakkan sektor riil dengan inovatif. “Saya melihat penghargaan ini sebagai peringatan karena setelah sekian tahun berbisnis, saya tetap saja menyandang predikat sebagai pengusaha kecil,” ujar Wuryanano sambil tertawa. Tapi ia mengakui, senang rasanya memperoleh penghargan itu.
Pengusaha yang saat senggang gemar mengajak istri dan kedua anaknya wisata alam ini, resep bisnisnya cukup unik. “Berusahalah untuk bisa memiliki pegawai sebanyak-banyaknya. Dan jangan lupa mengayomi kesejahteraan mereka,” pesan Wuryanano. Kini total karyawannya lebih dari 500 orang dan terus bertambah. Tentu dengan bertambahnya karyawan, kapasitas bisnis akan lebih leluasa melebarkan sayap.
Sumber : portalinvestasi.com
0 komentar :
Posting Komentar