Sepeda merek Polygon berhasil menaklukkan pasar Eropa. Polygon juga telah lama memproduksi puluhan merek sepeda kelas dunia. Kini, dengan memakai merek sendiri, Polygon ingin menjadi pemain sepeda dunia. Bagaimana strategi bisnis Polygon ke depan? Wartawan KONTAN Epung Saepudin mewawancarai Ronny Liyanto, Direktur PT Dispoly Indonesia, pemasar Polygon, Rabu (9/11) pekan lalu.
Saya di Polygon sejak tahun 1999. Sementara, Polygon berdiri sejak tahun 1989. Saat itu, hampir seluruh produk kami untuk pasar ekspor di hampir 17 negara. Kami dipilih sebagai original equipment manufacturer (OEM), yakni produsen sepeda untuk merek internasional seperti Kuwahara, Mustang, Avanti, Kona, Scott, dan sebagainya.
Kemudian, di tahun 1997, perusahaan menyadari industri sepeda di China akan berkembang sangat pesat. Di tahun itu, kami membuat strategi, yakni harus membuat merek (brand) sendiri. Waktu itu, dibuat brand Polygon. Ketika Polygon kami rintis, target kami adalah menguasai pasar Asia Tenggara, yakni Indonesia dan negara sekitarnya. Sebab, selama ini, mayoritas fokus kami adalah pasar Eropa. Kalau China makin kuat, kami masih punya pasar lain.
Setelah membuat merek, kami memperkuat distribusi. Kami keliling mulai dari Aceh, Medan, Sumatra, hingga Kalimantan Timur, untuk set-up distribusi. Itu juga tidak mudah. Waktu itu, harga sepeda pada umumnya Rp 200.000-an; sementara harga produk kami paling murah Rp 500.000.
Karena itu, blueprint pemasaran kami harus kuat. Kami berpikir, kalau hanya fokus menjadikan sepeda sebagai alat transportasi, bisnis ini akan berat. Sepeda should be moved on life style. Sepeda bukan untuk membeli rokok di supermarket. Kami berpikir ke arah sana.
Sejalan dengan itu, banyak hal yang perlu dipersiapkan, seperti distribusi yang bagus dan toko ritel juga harus bagus. Ada perlengkapan tambahan seperti kacamata, jaket, dan helm. Kalau sepeda berjalan sendiri, tidak mungkin bisa mengangkat. Boleh dibilang, kami create need.
Kemudian, toko sepeda yang identik dengan kotor, belepotan oli, kami ubah. Sebab, tujuannya adalah mengubahnya menjadi life style. Jadi, toko kami berkonsep nyaman, ber-AC, dan rapi. Kami mulai tiga toko RodaLink di Surabaya, Jakarta, dan Singapura. Terus menyusul Bali. Sekarang, sudah 37 jaringan RodaLink di Indonesia, lima di Singapura sejak 1999, dan lima di Malaysia sejak 2002.
Kami terus berkampanye soal fun bike. Dulu, kalau acara fun bike, sepeda sampai kami sediakan. Ini bicara 10 tahun lalu. Sekarang, semua mengadakan fun bike. Perusahaan penyelenggara malah berani memberi hadiah sepeda.
Menurut saya, kalau sebagai sarana transportasi, sepeda itu fungsional saja. Sepeda jadi kasta terendah. Tapi, kalau dari sisi life style jelas berbeda. Bisa jadi sepeda jadi kasta tertinggi.
Sepeda kami mulai dari harga Rp 2 juta sampai Rp 60 juta. Tapi, jangan dilihat harga yang mahal saja. Bahan baku dan kecanggihan teknologinya berbeda. Memakai sepeda seharga Rp 2 juta dengan sepeda Rp 60 juta, rasanya jelas berbeda. Kenikmatan berbeda, smooth-nya berbeda. Handling-nya sangat berbeda sekali.
Kami investasi cukup besar untuk menjadikan sepeda sebagai life style. Saya rasa, perubahan ke life style sudah cukup berhasil. Sekarang, animo sudah tumbuh dan tidak memandang sepeda sebelah mata. Dulu, bisa dibilang yang memakai sepeda hanya orang miskin.
Sekarang ini, dari sisi persaingan bisnis, sebagai produk sarana transportasi, sepeda memang belum jadi market leader. Sebab, sekarang ini semakin banyak impor sepeda, terutama dari China. Tapi, kalau sepeda as a life style dan kemudian kita kecilkan lagi sepeda produk Indonesia, saya rasa Polygon cukup dominan di pasar.
Tentu, kami juga sadar, dari sisi bisnis, ketika pasar makin menarik, makin banyak orang tertarik masuk. Itu hukum alam. Saya rasa itu akan sangat menarik. Menjadi lebih marak.
Tapi, kami juga tak khawatir bahkan siap bersaing karena pabrik sepeda kami masuk 10 terbaik di dunia dari sisi penerapan teknologi dan kualitas.
Ciptakan teknologi
Kami terus mengembangkan produk. Empat tahun lalu, bisnis sepeda masih local competition dan sekarang sudah jadi global competition. Jadi, kami bersaing bukan dengan perusahaan ecek-ecek, tapi bersaing dengan perusahaan sepeda dunia. Lihat saja, merek asing banyak sekali di sini.
Tentu, itu menjadi tantangan bagi Polygon untuk menciptakan produk terbaik, tidak hanya untuk ukuran Indonesia, tapi juga ukuran global. Kami terus lakukan upaya agar Polygon terus eksis. Misalnya, kami ikut dalam pameran EuroBike di Jerman. Sekarang, kami bukan melihat pesaing lokal lagi, tapi lihat ke depan, pasar sepeda dunia seperti apa.
Polygon disebut market leader di Indonesia. Tapi, kami tidak mau jago kandang saja. Kami ingin jadi pemain sepeda dunia. Saya kira, Polygon cukup oke di mata dunia persepedaan, tidak dipandang sebelah mata.
Tentu, dengan adanya tujuan besar itu, kami harus memperkuat riset. Kami keluarkan dana besar untuk riset. Kami berusaha tidak menjadi technology follower tapi technology leader.
Lima tahun yang lalu, mungkin, kami masih technology follower. Tren teknologi sepeda di dunia seperti apa, kami ikuti. Boleh dibilang, kami paling cepat mengadopsi teknologi sepeda. Tapi, itu kalau cita-cita hanya pemain lokal. Kalau ingin bermain di global, jika jadi follower terus, kami bisa menjadi pecundang.
Riset kami cukup berhasil. Kami menciptakan teknologi yang tidak dimiliki oleh pemain lain. Seperti, teknologi sepeda floating suspension two. Teknologi ini murni temuan Polygon. Kami ingin buktikan, produsen Indonesia bukan follower. Tapi, ada teknologi unggulan yang memang berbeda dan technology leader.
Kami senang, pertumbuhan bisnis kami tidak pernah kurang dari 20% per tahun. Tahun ini, kami produksi 600.000 unit sepeda. Dari jumlah itu, 40% di antaranya terserap pasar lokal dan sisanya diekspor ke hampir 63 negara dengan merek internasional. Tahun depan, targetnya produksi 800.000 unit.
Boleh dibilang, kami tumbuh dan berkembang di bisnis ini bermula sebagai OEM. Namun, untuk jangka panjang, tentu akan lebih menjanjikan memasarkan dengan merek sendiri. Jika OEM terus, kami tentu tidak bisa mengikat para buyers ini akan tetap memproduksi di tempat kami terus.
Sekarang, bisnis inti kami memang masih ekspor. Tapi, kami sadar, kami tidak bisa kerja hanya short term. Short term dan long term harus berimbang. Tujuannya agar bisnisnya sustainable. Kerja untuk jangka pendek tetap harus kami kerjakan. Untuk jangka panjang, kami juga terus mempersiapkan rencana bisnis.
Memang, sekarang, permintaan dari Eropa sedang turun. Amerika Serikat masih oke. Ekspor yang sedang meningkat sekarang justru ke Asia seperti Thailand dan Korea Selatan. Semula, kami mau launching produk baru Polygon di Thailand, tapi kami tunda dulu karena banjir. Di Malaysia, Singapura, dan Eropa, kami sudah perkenalkan produk baru edisi 2012 dengan merek Polygon.
Kunci keberhasilan kami adalah kami memperhatikan pengembangan perusahaan. Sebagai pimpinan, saya menerapkan budaya lebih santai karena banyak orang muda di perusahaan ini. Jadi, kami tidak terlalu birokratis. Kami cenderung friendly sehingga mengerjakan apa pun menjadi lebih senang.
sumber : linkedin
sumber : linkedin
0 komentar :
Posting Komentar