Kamis, 25 April 2013


Cerita soal petani tidak semuanya mengenaskan. Ada pula yang menggembirakan, bahkan membanggakan. Tengok saja H Bambang Sumadji HS, petani dari Desa Pelem, Kecamatan Pare, Kediri Jawa Timur. Ia dikenal sebagai petani sukses. Bayangkan, sebulan ia bisa meraup omset Rp 50 milyar! Memang hasil itu tidak semuanya diperoleh dari hasil pertanian, melainkan juga dari pabrik dan bank. Namun pertanian, utamanya bawang merah dan cabe, tetap menjadi basis utama usaha pria berumur 49 tahun itu.

Sosoknya sebagai petani yang sukses, sangat dikenal luas. Cobalah tanya kepada pedagang di pasar Pare, hampir semua mengenalnya. "Kalau sampean (Anda) ingin informasi lengkap soal bawang merah dan cabe, tanya saja langsung kepada Pak Haji Bambang, karena dia sudah dikenal luas sebagai petani yang sukses dan banyak mensuplai pasar lokal maupun luar daerah," ujar Muhammad Abdullah Zaman (55) maupun Musni (60), pedagang bawang merah di pasar Pare. Kisah suksesnya dimulai tahun l977. Saat itu, ia mengambil kredit dari Bank BNI sebesar 1,5 juta. Uang itu digunakan menanam bawang merah di atas lahan sewaan seluas 1 hektar. Hasilnya ternyata sangat baik. Sekali panen 7 ton, dijual dengan harga Rp 150 per kilogram (sekarang Rp 6.000). Dalam satu tahun ia bisa panen tiga kali. Itu artinya ia meraup hasil 3,15 juta rupiah.

Dari keuntungan itulah sedikit demi sedikit saya mengembangkan pertanian brambang (bawang merah)," ujarnya. Ia tidak hanya memenuhi permintaan pasar lokal, tapi juga memasok ke daerah Indonesia Timur. Kini protolan tingkat III Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya ini memiliki lahan 200 hektar, tersebar di Sukomoro Nganjuk dan Sidowarek serta Plemahan, keduanya di Pare. Tidak cuma bawang merah, Bambang juga menanam cabe seluas 25 hektar di desa Pelem, Pare. Dari total lahan pertaniannya itu, ia biasa mengusung 28 ribu ton bawang merah, dua kali panen. Sedang cabe merah, satu hektar menghasilkan 20 ton. Hasil totalnya mencapai 500 ton per tahun.

Ironisnya, meski hasil panen bawang merahnya mencapai ribuan ton, sekarang Bambang tak sanggup lagi mensuplai ke kota-kota Indonesia Timur dan beberapa kota besar di Jawa. Bukan lantaran di kota-kota itu sedang dilanda kerusuhan, atau hasil panennya menurun drastis, melainkan untuk kebutuhan sendiri saja, katanya, ia merasa kewalahan. Sejak tahun l991, Bambang memang tak lagi menjual bawang merah mentah. Dikemas dengan merek Bagindo, brambang itu digoreng kemudian dilempar ke pasar. "Setiap hari saya membutuhkan pasokan 150 ton brambang mentah," mantan Pengurus Cabang Pelajar Islam Indonesia (PII) Pare itu menjelaskan kebutuhan pabriknya. Melibatkan 150 karyawan dengan gaji rata-rata Rp 500 ribu/bulan kecuali pegawai kantor Rp 750 ribu sampai Rp 1 juta --tiap bulan Bambang menghasilkan 30 ton brambang goreng. Dengan merek yang sama, selain brambang goreng, pria kelahiran Pelem, Pare, Kediri ini juga memproduksi sambal pecel.

Dengan tenaga 50 orang, ia menghasilkan 30 ton sambal pecel per bulan. Untuk produksi sebanyak itu, setiap hari diperlukan pasokan 1 ton kacang tanah. Untuk memperlancar distribusi hasil pertanian dan pabriknya, pria yang ramah ini menyediakan 20 unit armada angkutan jenis L-300.
Sukses di pertanian dan makanan, mantan pengurus Muhammadiyah Pare ini merambah dunia perbankan. Tahun 1990 ia mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 'Agro Cipta Adiguna'. Sama dengan usaha pertanian dan makanan, BPR-nya juga sukses. Bahkan pernah terpilih sebagai BPR terbaik tingkat nasional, Desember tahun lalu.

Istiqamah, Sejak kecil Bambang memang sudah terdidik oleh lingkungan keluarganya yang memang petani sekaligus pedagang hasil-hasil pertanian. Ia juga mengaku dapat "ongkos jalan" dari orang tua. "Tapi kecil-kecilan lho, mas", katanya. Ia tidak mau menyebut berapa angka yang dimaksud kecil-kecilan itu. Tapi yang lebih bernilai, menurutnya, secara langsung orang tuanya sering melibatkan dirinya dalam kegiatan jual beli hasil pertanian. Bila ada diskusi-diskusi usaha maupun transaksi, ia kerap dilibatkan. Dari situlah feeling bisnisnya diasah. Kiat menangkap peluang dan kesempatan diperolehnya dari situ.

Tapi seperti kata dia, dari semua terori-teori praktis yang diajarkan kedua orang tuanya, yang paling memberi arti bagi karir bisnisnya adalah amanah atau dapat dipercaya. "Amanah jauh lebih penting dari modal itu sendiri." katanya. "Modal besar tanpa diiringi amanah bisa jeblok (bangkrut)," tambah ayah empat anak, masing-masing Anton Kusuma Pribadi (23), mahasiswa semester akhir STIE YKPN Jakarta, Diah Ratna Kusumawati, mahasiswa semester I STEI Yogyakarta, Diah Ratih Kusumawati (14), pelajar SMU Muhammadiyah II Yogyakarta dan Yudha Arief Kusuma Pribadi (11), pelajar SD kelas VI SDN I Pare.

Menekuni usaha pertanian, menurut putra kedua dari lima bersaudara ini, resepnya sama saja dengan usaha lain. "Yang penting istiqamah," katanya. Soal jatuh bangun, itu hal biasa dalam usaha. Seiring perjalanan waktu, bila istiqamah, seseorang bakal menemukan 'jalannya'. Bambang sendiri pernah nyaris bangkrut. Kejadiannya tahun l994, ia gagal panen karena faktor alam. Kerugian yang ditanggung mencapai Rp 1 miliar lebih. "Saat itu saya benar-benar minus. Bila dihitung antara hutang dan jumlah aset, lebih banyak hutangnya," aku pria yang juga memimpin sejumlah yayasan, seperti Yayasan 4 Mei Pare, Apindo (Assosiasi Pengusaha Indonesia), dan Persatuan Penggilingan Padi Kabupaten Kediri.

Sejak peristiwa itu ia seakan disentakan pada sebuah kenyataan, sepintar-pintar manusia merencanakan, tetap Allahlah yang menentukan. "Di situlah pentingnya kedekatan kepada Allah," katanya mengambil pelajaran, "Saya perlu memperbaiki pengabdian saya." 'Cubitan' Tuhan itu kian menyadarkan Bambang Sumadji untuk berkiprah lebih banyak dalam kegiatan sosial dan keumatan. Setiap tahun Bambang mengeluarkan 15% zakat usahanya dari laba bersih sebesar 500 - 700 juta rupiah. Dana zakat tersebut disalurkan kepada para bekerja pabrik, lembaga-lembaga sosial, serta buruh tani di lingkungan perusahaan.

Sebagai koordinator Kopermas (Koperasi Peran Serta Masyarakat) se-eks karesidenan Kediri dan Madiun, saya punya tanggung jawab memberdayakan ekonomi petani," ujar Bambang.
Untuk mewujudkan impian itu, Bambang ditarik oleh lembaga swadaya masyarakat PPM (Pusat Peran Serta Masyarakat) Jawa Timur. Lembaga ini berfungsi, di antaranya, sebagai penyalur KUT (Kredit Usaha Tani), pengadaan pangan, penyediaan saprodi (sarana produksi padi), serta menampung hasil panen. "Kami sudah mendapat kepercayaan perbankan untuk menyalurkan KUT," papar ketua Departemen Bisnis ini.

Masa mendatang, ia optimis prospek pertanian sangat cerah. Kalau selama ini dunia pertanian suram, karena memang sistem perniagaan pertanian yang dikembangkan Orde Baru menjatuhkan harga. "Harga-harganya sangat tidak menarik buat petani," tambahnya. Yang terjadi kemudian, bukan saja pertanian tidak berkembang, tetapi juga banyak petani yang meninggalkan tanah garapannya. Mereka lebih memilih mengadu nasib ke kota-kota besar. Tetapi berkat reformasi, katanya, harga-harga hasil pertanian sekarang mengikuti harga internasional. "Nah, sekarang saatnya kembali ke pertanian," kata Bambang yang tahun ini mendapatkan penghargaan The First Asia Executive of the Year


Sumber : wirausaha-online.tripod.com

0 komentar :

Posting Komentar