Salah satu wirausaha dengan resiko minimalis dan tingkat keberhasilan tinggi adalah beternak kelinci. Dagingnya yang enak, rendah lemak dan sangat bagus untuk obat untuk beberapa jenis penyakit, seperti asma, infeksi tenggorokan, liver, dan asam urat banyak diminati oleh konsumen. Semula Puji Astuti (37), adalah karyawan di perusahaan farmasi obat-obatan. Pekerjaan itu sesuai latar belakangnya sebagai lulusan sekolah menengah farmasi. Suami Puji, Achmad Sutarli, juga bekerja di tempat yang sama.
Setelah menikah Puji memilih ke luar dari perusahaan farmasi tersebut. Pada 2008, petugas penyuluhan lapangan (PPL) Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Dukupuntang memperkenalkan ternak kelinci kepada Puji dan sejumlah rekannya. Puji tertarik dan berusaha mencari berbagai informasi mengenai kelinci. Ia keluar masuk perpustakaan dan mengikuti beberapa seminar tentang kelinci hingga akhirnya ia memiliki kesimpulan sendiri. “Kelinci itu seperti kelapa, semuanya bermanfaat,” kata Puji ketika dikunjungi di kedainya, Sumber, Kabupaten Cirebon, Minggu (16/12/2012).
Ia pun mengetahui daging kelinci bermanfaat sebagai obat untuk beberapa jenis penyakit, yakni asma, infeksi tenggorokan, liver, dan asam urat. Daging kelinci, ujar Puji, rendah lemak, memiliki protein dan kalsium yang tinggi. Puji menerima tawaran untuk memulai ternak kelinci bermodal Rp 200.000. Ia membeli lima kelinci. Setengah tahun berselang, Puji mengaku ternaknya berkembang lima kali lipat. “Rata-rata seekor kelinci melahirkan lima ekor anak kelinci,” katanya. Lantaran kandang kelincinya penuh, Puji pun memikirkan cara untuk menjual kelinci-kelincinya hingga terbersit membuka kedai sate kelinci.
Puji mengaku belajar dari tiga rekannya yang gagal menjalankan usaha sate kelinci. “Masalah utama adalah jumlah persediaan daging kelinci,” ujarnya. Puji bergabung dengan Cirebon Rabbit Association (CRA) yang beranggotakan sekitar 50 orang. Di antara rekan-rekannya, puji mengaku sebagai pemilik ternak kelinci terbanyak, yakni 150 ekor kelinci. Teman-temannnya, menurut Puji, hanya memelihara rata-rata 10 ekor kelinci per orang. Setiap pekan, Puji memerlukan 50 ekor kelinci pedaging untuk memenuhi kebutuhan pelanggan di kedainya. Karena itu, sering memesan kelinci ke peternak-peternak di Kabupaten Majalengka dan Kuningan.
Dari berdagang sate kelinci, Puji mengantungi untung Rp 500.000 hingga Rp 1 juta per hari. Puji dan suaminya juga membuat berbagai barang kerajinan dari bahan kulit kelinci. Dua bulan terakhir, ia mengolah daging kelinci menjadi abon kelinci. “Sekitar lima kali gagal tapi sejauh ini 100 toples atau 50 kilogram abon kelinci bisa saya olah,” katanya. Menurut Puji, hasil olahannya itu pernah mengikuti pameran Kredit Usaha Mikro dan Kecil (KUMK) di Bandung. Selain ke Bandung, Puji mengirim abon kelinci ke Semarang, Jawa Tengah. Satu toples berisi setengah kilogram abon kelinci dilabeli harga Rp 20.000. Sebagian abon kelinci, Puji titipkan di sebuah toko makanan di Cirebon. Menurutnya, pembuatan Abon bertujuan memperkenalkan daging kelinci ke masyakarat umum. Puji berharap para ibu rumah tangga tertarik untuk membuka usaha ternak kelinci. Menurut Puji, keuntungan beternak kelinci terbilang bagus. Lima ekor kelinci setara seekor sapi atau dua ekor kelinci setara seekor kambing atau domba
Sumber: http://www.tribunnews.com/
0 komentar :
Posting Komentar