Bagi Subronto Laras, waktu seolah berkelebat seperti laju Hayabusa, motor Suzuki dengan mesin 1300 cc. Senin malam lalu, disela-sela perayaan ulang tahun ke 65, dan acara halal bihalal diler utama Suzuki, Subronto mengumumkan dirinya pensiun setelah 33 tahun menjadi keluarga besar Suzuki.
Dalam kata sambutan itu Subronto berucap akan fokus pada kesehatan serta hari depan pribadi bersama keluarga. Dia mengaku merasa sangat berat dan sedih harus meninggalkan persahabatan serta persaudaraan yang sangat erat di Suzuki. ”We are one Suzuki Family”.
Meski mengaku pensiun, Subronto tetap akan mencurahkan perhatian pada Suzuki. Menurut dia, karena kepemilikan saham mayoritas (90 persen) Suzuki Motor Corp. Jepang, secara otomatis membuatnya melepaskan jabatan operasional Suzuki.
”Tapi saya tetap sebagai chairman di Indomobil Group, dan anak-anak perusahaan seperti komponen, finance, dan lain-lain,” katanya melalui pesan pendek, kemarin sore.
Titik penting perkembangan Suzuki mobil di Indonesia berawal dari Manado, Sulawesi Utara. Pada 1978, Subronto, dengan instingnya yang kuat, memasarkan mobil niaga Suzuki ST-20 di kawasan Nyiur Melambai itu. Kondisi panen raya cengkeh pada saat itu turut menyumbang penjualan Suzuki pikap yang pada saat itu memang sangat dibutuhkan masyarakat Manado dan sekitarnya.
Mulailah, pada saat itu, produk mobil Suzuki dikenal luas tidak hanya di Sulawesi, tetapi juga di pulau-pulau sekitarnya, termasuk Jawa.
Sebelumnya, pada era 1970-an, Suzuki ha nya dikenal sebagai pembuat sepeda motor. Kesuksesan penjualan di Manado pada akhir 70-an itu membawa berkah bagi produk-produk mobil dan sepeda motor Suzuki di masa mendatang.
Kenangan manis di Sulawesi Utara membuat PT Indomobil Suzuki International menapak tilas dengan meluncurkan Suzuki SX-4 versi CKD di Manado, Mei silam, demi mengulang momentum kesuksesan Suzuki.
Tidak hanya sukses membesarkan merek Suzuki, bagi banyak kalangan Subronto dikenal dekat dengan para pewarta media massa. Eri Haryoko, Ketua Umum Forum Wartawan Otomotif Indonesia (Forwot) menyampaikan kesan serupa. ”Subronto selalu menyebut peran media massa yang ikut membe sarkan Suzuki,” katanya.
Subronto jugalah yang sukses membuat mobil ”nasional” dengan harga terjangkau melalui Suzuki APV. Lulusan Hendon College, Business Administration, London, ini bahkan disebut sebagai tokoh otomotif Indonesia.
Wisnu Guntoro, Direktur dan Pemimpin Redaksi SmartDrive.co.id, menyebut, “Seorang industriawan yang memikirkan mobil dengan harga terjangkau masyarakat luas.” Di mata stafnya, penggemar sepeda ini lebih dianggap seorang bapak yang mengayomi anaknya. Bebin Djuana, 4W Marketing, Brand 2 Section Head (Manager) 4W Marketing & Sales – Marketing Brand II Suzuki, PT Indomobil Niaga International (IMNI), bertutur, “Kami lebih menganggap beliau sebagai orang tua atau ayah yang mengayomi sekaligus disegani. Sosoknya lebih dari sekadar pimpinan.” Begitu pula dalam pandangan Joko Utomo, 4W Marketing, Brand 1 Deputy General Manager PT IMNI.
“Keberhasilan Suzuki di Indonesia tidak lepas dari peran besar beliau. Suzuki dari “nothing” menjadi “something”, menjadi merek yang bisa diperhitungkan di pasar otomotif nasional,” ujarnya.
Kekaguman yang kuat datang dari seorang Edi Tjahyono Darmawan. Menurut Marketing Manager 2W Suzuki PT IMNI, ini, Subronto Laras adalah seorang nasionalis sejati. “ Lihat saja di bajunya. Kemana-mana pasti ada emblem merah putih menyertai, walau hanya pergi ke kantor. Itulah yang saya kagumi dari seorang Subronto Laras.”
Subronto Laras, Presiden Direktur PT Indomobil Suzuki Internasional, pengusaha yang membesarkan merek Suzuki di Indonesia. Tangan dingin pria kelahiran Jakarta, 5 Oktober 1943, ini telah membawa produk-produk Suzuki meraih sukses pangsa pasar yang cukup besar di Indonesia.
Bahkan tak berlebihan bila disebut dialah personifikasi Suzuki di negeri ini. Namanya identik dengan Suzuki. Suzuki adalah Soebronto Laras. Atau sebaliknya, Subronto Laras adalah Suzuki. Dua nama yang tak terpisahkan.
Beberapa jenis otomotif merek Suzuki telah diluncurkannya. Satu yang paling anyar dan merupakan pewujudan impian lamanya, adalah Suzuki APV, kendaraan multiguna (Multi Purpose Vehicle, MPV). Dia selalu bersemangat jika diajak bicara soal impiannya ini.
Saat ditanya di sela acara peluncuran buku biografi Soebronto Laras berjudul Meretas Dunia Automotif Indonesia, Minggu (15/5), di Grand Ballroom, Hotel Hilton, mengapa Suzuki APV memakai mesin 1.500 cc dan bukan yang lebih besar dari rata-rata pesaingnya? Dia menjawab bahwa mesin berkapasitas 1.500 cc adalah batasan minimum dari aturan pajak 20 persen. Kalau lebih dari itu maka pajaknya lebih tinggi dan harganya akan lebih mahal. Suzuki APV bisa saja memakai mesin 1.600 cc, tapi harganya jadi lebih mahal sepuluh jutaan, jelas tokoh yang akrab dipanggi Yonto itu.
Soebronto Laras memang dibesrakan dalam keluarga yang menggumuli dunia otomotif. Ayahandanya, R. Moerdowo (almarhum) adalah importir mobil Citroen, Tempo dan Combi sejak 1949. ‘Maka sejak kecil dia sudah tertarik kegiatan bengkel,” ujar perakit motor dan mobil Suzuki itu.
Dia mengecap pendidikan SD sampai SLA di SD Perguruan Cikini, Jakarta, 1958, SLP Perguruan Cikini, Jakarta, 1961dan SLA Harapan Kita, Jakarta, 1964. Setamat SLA, Yonto melanjutkan studi rekayasa mesin di Paisley College for Technology, Scotlandia, 1969. Kemudian melanjut ke Hendon College for Business Management, di London, United Kingdom, 1972. Selagi di sanalah ia bergaul akrab denga Roesmin Noerjadin (mantan Menteri Perhubungan), dan Benny Moerdani (mantan Pangab). Sebab, Yonto sempat menjadi staf lokal Atase Pertahanan di KBRI London.
Kembali dari Inggris, 1972, anak kedua dari empat bersaudara ini berkenalan dengan Atang Latief, pemilik Bank Indonesia Raya dan sejumlah kasino (ketika itu). Bahkan Yonto menjadi orang kepercayaan Atang. Ia menjabat Direktur PT First Chemical Industry, yang bergerak dalam bidang formika, alat-alat plastik, dan perakitan kalkulator.
Empat tahun kemudian ia menjadi dirut perusahaan perakitan motor mobil Suzuki.”Saya berani karena didukung penuh oleh Pak Atang Latief,” kata Yonto. Dari sebuah perusahaan yang nyaris bangkrut, kemudian berkembang hingga beromset ratusan milyar kala itu.
Kemudian sejak 1981 bisnisnya bertambah kuat dengan masuknya grup Liem Sioe Liong. Pada 1984, ia menjadi Dirut PT National Motors Co. dan PT Unicor Prima Motor, perakit mobil Mazda, Hino, dan sepeda motor Binter.
Pada masa remajanya, Yonto pernah menjadi pembalap motor, bersama antara lain Tinton Soeprapto. Pada hari- hari libur, bersama teman-temannya, ia masih suka menunggang motor Suzuki 1.000 cc ke luar kota. Kalau ada produksi baru hasil rakitan pabrik mobilnya, Yonto tidak pernah absen ikut menguji.
Dia menikah dengan Herlia Emmi Yani, putri Almarhum Jenderal Ahmad Yani, dikaruniai dua anak. Yonto menyenangi jogging, tenis, renang, rally, dan bulu tangkis. Ia juga memiliki koleksi sepeda motor dan anjing ras herder dan doberman.
sumber : wordpress.com
0 komentar :
Posting Komentar