Membaca kisah sukses seorang pengusaha bisa meningkatkan semangat bagi kita yang ingin memulai berbisnis. Nggak masalah bisnis yang kita kelola pada awalnya hanya merupakan bisnis kecil. Asala kita mengelolanya dengan sungguh-sungguh dan kreatif....sebuah bisnis rumahan bisa saja menjadi bisnis besar yang menggurita. Seperti kisah sukses Farida Ariyani. Lebih lanjut simak artikel berikut yang saya kutip dari detik.com
Jakarta - Banyak orang harus bingung memulai usaha apa yang cocok buat dirinya. Padahal seringkali orang tak sadar, justru usaha orang tua semasa kecil bisa menjadi inspirasi bisnis saat ini dan layak diteruskan.
Hal ini lah yang dialami oleh Farida Ariyani. Sang pemilik Vanssa Chocolate (Vanssa) ini memulai bisnis produk olahan coklat karena sudah kenyang menimba pengalaman dari nenek dan ibunya dalam hal membuat produk olahan coklat.
Nama Vanssa kini kian mantap menjadi salah satu produk kemasan coklat lokal yang diperhitungkan di pasar dalam negeri. Padahal awalnya Vanssa harus bersusah payah menembus pasar karena bersaing ketat dengan produk-produk coklat impor.
"Faktor lingkungan dari orang tua, sejak kecil saya sudah tahu soal coklat dan permen. Saya menguasai betul, dari nenek, saya belajar coklat," kata Farida kepada detikFinance, Selasa (22/3/2011).
Farida mengaku meski mendapat warisan pengetahuan membuat coklat dari orang tuanya, ia tak puas begitu saja. Ia memutuskan menggali ilmu cara membuat coklat secara moderen di pusat penelitian kakao dan coklat di Jember, Jawa Timur.
"Saya terus melakukan inovasi produk, sampai tahun 2001 lalu saya perkenalkan merek Vanssa," katanya.
Produk Vanssa yang ia produksi awalnya tak mudah menembus pasar ritel moderen. Ia coba perkenalkan produknya mulai dari teman-temannya hingga ke toko-toko kecil di sekitar rumahnya.
Sebagai generasi terdidik, Farida juga sadar bahwa produk coklatnya memiliki karakter khas, sehingga ia harus bersusah-susah mengurus hak paten, sertfikasi halal dan lain-lain demi kelangsungan bisnis coklatnya.
"Saya punya prinsip terus berjuang mencari dan mencari , tak lelah-lelahnya belajar, bagaimana produk kita percaya diri, bukan saya tapi produknya yang percaya diri," katanya.
Kini Vanssa sudah tersebar ke beberapa pasar lokal seperti Surabaya, Sidoardjo, Gresik, Jakarta, Jogjakarta, Kendari, Batam, Bali, Balikpapan. Bahkan produk Vanssa sudah menembus pasar ekspor di Jeddah sebagai oleh-oleh biro perjalanan haji.
Farida menambahkan membuat produk coklat memerlukan edukasi ke pasar. Selama ini coklat dituding sebagai biangkeladi untuk urusan menambah berat badan dan pembuat lubang di gigi.
"Kalau orang habis makan coklat, tak gosok gigi, yah bisa bikin lubang gigi," katanya.
Untuk urusan ini, Farida sangat konsen dalam menentukan komposisi bahan baku seperti penggunaan lemak sehat yang tidak menimbulkan kolesterol. Selain itu, ia menggunakan gula khusus sehingga aman bagi penderita diabetes dan siapa saja.
Vanssa sendiri, lanjut Farida dikemas dengan satuan kemasan kecil-kecil sehingga produk coklat aman dari kontaminasi udara atau unsur lainnya yang bisa membuat coklat rusak. Ia optimis, mengembangkan bisnis coklat sangat lah menjanjikan, apalagi dengan pendekatan inovasi.
"Coklat itu kompetitornya nggak banyak, saya sudah bergelut coklat sejak dari kebon hingga proses produksi," katanya.
Sebagai produk coklat asli lokal, Farida mengatakan Vanssa sempat dipandang sebelah mata. Banyak masyarakat memandang produk coklat impor lebih bagus dari produk coklat lokal, padahal yang terpenting adalah kualitas dan rasa.
"Orang Indonesia melihat sebelah mata coklat lokal, mereka lebih bangga dengan coklat impor," katanya.
Menurutnya, coklat buatannya mampu bersaing dengan coklat impor yang sudah banyak beredar di pasar. Dalam urusan harga, ia berani jamin produk coklat olahan lokal bisa bersaing, misalnya Vanssa dijual mulai dari Rp 6.500 sampai Rp 40.000.
"Saya patut akui segmen produk coklat memang segmen market moderen, menengah keatas, kalau pasar tradisional nggak laku, dari sisi harga," katanya.
Farida mengatakan, ia membuka kesempatan bermitra dengan siapapun yang ingin sukses menggeluti bisnis coklat, termasuk dalam hal pemasaran dan suplai bahan baku. Kini bisnis coklatnya terus tumbuh hingga 10-20% setiap bulannya.
Produk coklat Vanssa rata-rata terjual 100 kg per hari, atau 2-3 ton per bulan. Bahan baku yang ia pakai semuanya dari lokal, yaitu 40% dari Jawa dan 60% luar Jawa.
Jakarta - Banyak orang harus bingung memulai usaha apa yang cocok buat dirinya. Padahal seringkali orang tak sadar, justru usaha orang tua semasa kecil bisa menjadi inspirasi bisnis saat ini dan layak diteruskan.
Hal ini lah yang dialami oleh Farida Ariyani. Sang pemilik Vanssa Chocolate (Vanssa) ini memulai bisnis produk olahan coklat karena sudah kenyang menimba pengalaman dari nenek dan ibunya dalam hal membuat produk olahan coklat.
Nama Vanssa kini kian mantap menjadi salah satu produk kemasan coklat lokal yang diperhitungkan di pasar dalam negeri. Padahal awalnya Vanssa harus bersusah payah menembus pasar karena bersaing ketat dengan produk-produk coklat impor.
"Faktor lingkungan dari orang tua, sejak kecil saya sudah tahu soal coklat dan permen. Saya menguasai betul, dari nenek, saya belajar coklat," kata Farida kepada detikFinance, Selasa (22/3/2011).
Farida mengaku meski mendapat warisan pengetahuan membuat coklat dari orang tuanya, ia tak puas begitu saja. Ia memutuskan menggali ilmu cara membuat coklat secara moderen di pusat penelitian kakao dan coklat di Jember, Jawa Timur.
"Saya terus melakukan inovasi produk, sampai tahun 2001 lalu saya perkenalkan merek Vanssa," katanya.
Produk Vanssa yang ia produksi awalnya tak mudah menembus pasar ritel moderen. Ia coba perkenalkan produknya mulai dari teman-temannya hingga ke toko-toko kecil di sekitar rumahnya.
Sebagai generasi terdidik, Farida juga sadar bahwa produk coklatnya memiliki karakter khas, sehingga ia harus bersusah-susah mengurus hak paten, sertfikasi halal dan lain-lain demi kelangsungan bisnis coklatnya.
"Saya punya prinsip terus berjuang mencari dan mencari , tak lelah-lelahnya belajar, bagaimana produk kita percaya diri, bukan saya tapi produknya yang percaya diri," katanya.
Kini Vanssa sudah tersebar ke beberapa pasar lokal seperti Surabaya, Sidoardjo, Gresik, Jakarta, Jogjakarta, Kendari, Batam, Bali, Balikpapan. Bahkan produk Vanssa sudah menembus pasar ekspor di Jeddah sebagai oleh-oleh biro perjalanan haji.
Farida menambahkan membuat produk coklat memerlukan edukasi ke pasar. Selama ini coklat dituding sebagai biangkeladi untuk urusan menambah berat badan dan pembuat lubang di gigi.
"Kalau orang habis makan coklat, tak gosok gigi, yah bisa bikin lubang gigi," katanya.
Untuk urusan ini, Farida sangat konsen dalam menentukan komposisi bahan baku seperti penggunaan lemak sehat yang tidak menimbulkan kolesterol. Selain itu, ia menggunakan gula khusus sehingga aman bagi penderita diabetes dan siapa saja.
Vanssa sendiri, lanjut Farida dikemas dengan satuan kemasan kecil-kecil sehingga produk coklat aman dari kontaminasi udara atau unsur lainnya yang bisa membuat coklat rusak. Ia optimis, mengembangkan bisnis coklat sangat lah menjanjikan, apalagi dengan pendekatan inovasi.
"Coklat itu kompetitornya nggak banyak, saya sudah bergelut coklat sejak dari kebon hingga proses produksi," katanya.
Sebagai produk coklat asli lokal, Farida mengatakan Vanssa sempat dipandang sebelah mata. Banyak masyarakat memandang produk coklat impor lebih bagus dari produk coklat lokal, padahal yang terpenting adalah kualitas dan rasa.
"Orang Indonesia melihat sebelah mata coklat lokal, mereka lebih bangga dengan coklat impor," katanya.
Menurutnya, coklat buatannya mampu bersaing dengan coklat impor yang sudah banyak beredar di pasar. Dalam urusan harga, ia berani jamin produk coklat olahan lokal bisa bersaing, misalnya Vanssa dijual mulai dari Rp 6.500 sampai Rp 40.000.
"Saya patut akui segmen produk coklat memang segmen market moderen, menengah keatas, kalau pasar tradisional nggak laku, dari sisi harga," katanya.
Farida mengatakan, ia membuka kesempatan bermitra dengan siapapun yang ingin sukses menggeluti bisnis coklat, termasuk dalam hal pemasaran dan suplai bahan baku. Kini bisnis coklatnya terus tumbuh hingga 10-20% setiap bulannya.
Produk coklat Vanssa rata-rata terjual 100 kg per hari, atau 2-3 ton per bulan. Bahan baku yang ia pakai semuanya dari lokal, yaitu 40% dari Jawa dan 60% luar Jawa.
sumber : didiksugiarto.com
0 komentar :
Posting Komentar